Orasi Ilmiah Drs. Nawiyanto, MA. PhD : MANUSIA DAN ALAM, HUBUNGAN KESEIMBANGAN YANG RAPUH
Sejarah lingkungan menyadarkan betapa manusia dan lingkungan dalam masa apapun selalu berada pada suatu hubungan keseimbangan yang rapuh (fragile Equilibrium). Oleh karena itu harus disadari bahwa manusia adalah bagian dari alam bukan di atasnya.
Lingkungan alam memiliki mekanismenya sendiri dan dapat menuntut balas dengan bayaran yang mahal jika manusia mengintervensi alam dengan semena-mena. Pendapat ini disampaikan sebagai salah satu kesimpulan dari orasi ilmiah Drs. Nawiyanto, MA. PhD, ahli sejarah lingkungan dari jurusan Sejarah Fakultas sastra Universitas Jember yang disampaikan dalam acara Dies Natalis ke 45 Universitas Jember di gedung Soetardjo (12/11). Drs. Nawiyanto, MA. PhD menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Migrasi, Ekspansi Frontier Dan Perubahan Lingkungan : Perspektif Sejarah Lingkungan Karesidenan Besuki Sejak Masa Kolonial Hingga Awal Orde Baru”.
Menurut ahli sejarah lingkungan lulusan Australian National University ini, perkembangan Karesidenan Besuki memberikan kita pelajaran bagaimana sebuah daerah yang berhutan lebat dengan sedikit penduduk (frontier) mengalami perubahan lingkungan yang besar, menjadi sebuah daerah perkebunan/pertanian hanya dalam jangka waktu satu abad saja. Migrasi penduduk Madura dan Jawa, berkembangnya pertanian komersial dan perluasan pemukiman menjadi elemen pokok yang menggerakkan perubahan lingkungan di Karesidenan Besuki.
Perubahan lingkungan ini tentu saja berdampak besar baik dari sisi positif maupuin negatif. Karesidenan Besuki menjadi penyuplai komoditas bagi pasar global semisal tembakau, kopi, gula dan karet. Citra Karesidenan Besuki yang erat dengan tempat pembuangan tahanan, sarang pemberontak dan daerah yang terbelakang berubah menjadi pusat produksi perkebunan kelas dunia, lumbung beras nasional dan tempat mengadu nasib.
Namun efek negatif pun muncul, deforestasi terjadi. Hilangnya hutan memantik beragam mata rantai bencana seperti banjir, kekeringan dan kegagalan panen. Belum lagi dengan munculnya penyakit seperti malaria dan serangan hewan liar seperti harimau dan babi hutan. Khususnya harimau Jawa yang dulu menghuni Karesidenan besuki diburu karena dianggap mengancam manusia. Akibatnya kita rasakan kini, harimau Jawa tak ada lagi alias punah.
Oleh karena itu Drs. Nawiyanto, MA. PhD mengingatkan agar sejarah lingkungan yang terjadi di Karesidenan Besuki hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Dunia berputar, lingkungan berubah dan dengan menyadari posisinya sebagai bagian dari lingkungan, manusia ditantang menyesuaikan diri dan menemukan titik ekuilibrium baru di tengah arus perubahan.
Sebelum pembacaan orasi ilmiah, Rektor Universitas Jember, Dr. Ir. T. Sutikto, MSc memaparkan laporan tahunannya kepada seluruh sivitas akademika dan stake holders Universitas Jember yang hadir di gedung Soetardjo.
Lingkungan alam memiliki mekanismenya sendiri dan dapat menuntut balas dengan bayaran yang mahal jika manusia mengintervensi alam dengan semena-mena. Pendapat ini disampaikan sebagai salah satu kesimpulan dari orasi ilmiah Drs. Nawiyanto, MA. PhD, ahli sejarah lingkungan dari jurusan Sejarah Fakultas sastra Universitas Jember yang disampaikan dalam acara Dies Natalis ke 45 Universitas Jember di gedung Soetardjo (12/11). Drs. Nawiyanto, MA. PhD menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Migrasi, Ekspansi Frontier Dan Perubahan Lingkungan : Perspektif Sejarah Lingkungan Karesidenan Besuki Sejak Masa Kolonial Hingga Awal Orde Baru”.

Perubahan lingkungan ini tentu saja berdampak besar baik dari sisi positif maupuin negatif. Karesidenan Besuki menjadi penyuplai komoditas bagi pasar global semisal tembakau, kopi, gula dan karet. Citra Karesidenan Besuki yang erat dengan tempat pembuangan tahanan, sarang pemberontak dan daerah yang terbelakang berubah menjadi pusat produksi perkebunan kelas dunia, lumbung beras nasional dan tempat mengadu nasib.
Namun efek negatif pun muncul, deforestasi terjadi. Hilangnya hutan memantik beragam mata rantai bencana seperti banjir, kekeringan dan kegagalan panen. Belum lagi dengan munculnya penyakit seperti malaria dan serangan hewan liar seperti harimau dan babi hutan. Khususnya harimau Jawa yang dulu menghuni Karesidenan besuki diburu karena dianggap mengancam manusia. Akibatnya kita rasakan kini, harimau Jawa tak ada lagi alias punah.
Oleh karena itu Drs. Nawiyanto, MA. PhD mengingatkan agar sejarah lingkungan yang terjadi di Karesidenan Besuki hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Dunia berputar, lingkungan berubah dan dengan menyadari posisinya sebagai bagian dari lingkungan, manusia ditantang menyesuaikan diri dan menemukan titik ekuilibrium baru di tengah arus perubahan.
Sebelum pembacaan orasi ilmiah, Rektor Universitas Jember, Dr. Ir. T. Sutikto, MSc memaparkan laporan tahunannya kepada seluruh sivitas akademika dan stake holders Universitas Jember yang hadir di gedung Soetardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar